BOGOR, INDONEWS – Pengurus DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bogor,sekaligus Wakabid Pemberdayaan Perempuan dan anak, Sasha Saijah Sambyah, S.E., M.M menyerukan untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Yuk Perempuan PDI Perjuangan Kabupaten Bogor kita bersama stop kekerasan terhadap perempuan dan anak. Bukan laki-laki yang hendak kami lawan, melainkan pikiran kolot dan adat usang,” ujar Sasha, di Bogor, Minggu (30/1/2022).
Menurut Sasha, maraknya kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak menimbulkan adanya fenomena gap gender. Kondisi dimana adanya perasaan superioritas dan lebih besarnya kekuatan antara satu gender ke gender yang lain yang kemudian menciptakan adanya kesenjangan.
“Hal lain juga disebabkan karena adanya pemikiran dan adat serta norma-norma sosial yang masih kental di masyarakat. Seperti adanya pepatah bahwa perempuan memang hanya bertugas sebatas dapur, sumu, kasur. Hal ini membuat pergerakan dan potensi perempuan terhalangi,” bebernya.
Ditambahkan srikandi tangguh itu, keterbatasan kesetaraan perempuan dalam karir dan peran politik masih tergolong minim. Kekerasan yang terjadi perempuan dan anak tidak akan terjadi ketika perempuan dan anak di rendahkan atau ditaruh posisinya dibawah gender lain.
“Padahal, lebih dari itu perempuan mampu berperan, menyuarakan pendapat, memimpin dan bahkan memberikan sebuah perubahan,” tukasnya.
Di tempat terpisah, Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bogor, H.R Bayu Syahjohan mengatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia memprihatinkan. Dimana ada peningkatan tren kasus kekerasan perempuan dan anak dalam kurun waktu 2019-2021.
“Berdasarkan catatan di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), menunjukkan terjadinya tren kasus kekerasan pada anak periode tahun 2019-2021, sementara yang dihadapi perempuan dalam tiga tahun terakhir ini juga menunjukkan tren yang hampir mirip,” jelas Bayu.
Berdasarkan pengumpulan data milik KemenPPPA, imbuhnya, kekerasan pada anak di 2019 terjadi sebanyak 11.057 kasus, 11.279 kasus pada 2020, dan 12.566 kasus hingga data November 2021.
Pada anak-anak, kasus yang paling banyak dialami adalah kekerasan seksual sebesar 45 persen, kekerasan psikis 19 persen, dan kekerasan fisik sekitar 18 persen.
“Kekerasan jenis lainnya pada anak berupa penelantaran, trafficking, eksploitasi ekonomi, dan lain-lain,” ujarnya.
Sementara pada kasus kekerasan yang dialami perempuan, KemenPPPA mencatat juga turut mengalami kenaikan. Dalam tiga tahun terakhir ada 26.200 kasus kekerasan pada perempuan.
Pada 2019 tercatat sekitar 8.800 kasus kekerasan pada perempuan, kemudian 2020 sempat turun di angka 8.600 kasus, dan kembali mengalami kenaikan berdasarkan data hingga November 2021 di angka 8.800 kasus.
“Catatan tersebut menjadi cambuk untuk kita semua mendukung dan membantu pemerintah dalam menekan kasus kekerasan perempuan dan anak. Dan PDI Perjuangan memiliki komitmen untuk itu,” tandasnya. (didi)
Comments