BEKASI, INDONEWS | PT. Kimia Farma Apotek Unit Bisnis Kota Bekasi, Jawa Barat diduga melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada 9 pekerja secara sepihak tanpa memberikan pesangon.
Perbuatan perusahaan yang bergerak di bidang obat-obatan ini diduga telah melanggar Undang-undang (UU) nomor 13/2003 tentang ketenagakerjaan _juncto_ UU nomor 6/2023 tentang penetapan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2022 tentang cipta kerja, di antaranya upah dibawah minimum, memberikan PKWT tidak sesuai kategori PKWT berdasarkan pasal 4 dan 5 PP 35/2021 dan Jangka waktu PKWT tidak sesuai dengan pasal 8 PP 35/2021.
Hal itu berdasarkan informasi yang dihimpun dari Penasehat Hukum Law Office I.E. Ritonga,S.H., M.H & CO. Ia menyebutkan, perlakuan semena-mena pihak PT. Kimia Farma Apotek terhadap pekerja sudah sering dilakukan perusahaan, namun tidak ada yang berani melawan atau melaporkan kepada pihak-pihak terkait.
Pihak PT. Kimia Farma Apotek melakukan PHK kepada 9 orang karyawan dengan masa kerja 5 orang sudah 10 tahun, 1 orang 9 tahun, 1 orang 8 tahun dan 2 orang 6 tahun dengan perlakukan yang sama dengan surat pemberhentian kerja tanpa pesangon.
“Korban PHK adalah 9 orang karyawan apotek yang tersebar di beberapa wilayah Kota Bekasi. Kesembilan karyawan tidak terima di-PHK sepihak tanpa diberikan pesangon,” ujar Ritonga.
Menurutnya, karyawan melaporkan nasib yang menimpanya ke lembaga Bantuan Hukum Law Office I.E., Ritonga. S.H., M.H & Partner di jalan Karanggan Kelurahan Jati Raden, Kecamatan Jati Sampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat. Kuasa hukum pun bergerak cepat membantu korban PKH sepihak tanpa pesangon ini.
Ritonga mengaku berusaha menuntut keadilan untuk 9 korban dengan mengajukan mediasi bersama pihak PT. Kimia Farma Apotek. Namun setelah beberapa kali mengajukan mediasi tidak ditanggapi, bahkan surat somasi dilayangkan namun tidak menemukan kesepakatan hingga dilaporkan ke Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah 2 Jawa Barat yang Kantor UPTDnya berada di Kabupaten Karawang.
“Kami selaku kuasa hukum 9 korban sudah mengajukan mediasi beberapa kali, namun tak ditanggapi, bahkan hingga somasi surat ketiga dibalas pihak kuasa hukum PT Kimia Farma Apotek namun isinya tidak nyambung pada pokok permasalahannya,” ujar Ritonga, kepada wartawan, Rabu (19/6).
Dirinya juga mengaku bahwa permasalahan tersebut juga sudah diadukan ke pihak UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah 2 Jawa Barat di Karawang secara resmi.
“Kami sudah adukan melalui surat resmi ke ke kantor UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah 2 Jawa Barat di Karawang agar hal ini ditindaklajuti,” tegasnya.
Ritonga juga meminta kepada UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah 2 segera menindaklanjuti laporan tersebut dan mengaudit PT Kimia Farma Apotek tentang tata cara penerapan dan pelaksanaan UU Ketenagakerjaan, termasuk penerapan penerimaan karyawan yang dalam hal ini pihaknya menduga tidak sesuai UU ketenagakerjaan.
“Kuat dugaan perusahaan tersebut melanggar UU ketenagakerjaan,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga meminta agar hasil audit dibuka secara terbuka dan jika ditemukan kesalahan harus diberikan sanksi tegas.
“Jika dalam audit ditemukan melanggar UU ketenagakerjaan, UPTD harus memberikan sanksi dan memberikan informasi akurat kepada kami agar masalah ini bisa terang benderang,” tegasnya.
Masih kata Ritonga, pihaknya hanya menuntut pesangon ke 9 orang tersebut agar segera dibayarkan sehingga permasalahan ini tidak berlarut-larut, karena jika hal ini tak digubris berpotensi merugikan nama besar PT Kimia Farma Apotek.
“Kami hanya minta bayarkan pesangon ke 9 karyawan tersebut sesuai UU ketenagakerjaan yang berlaku, dan jika hal ini tak digubris kami akan lakukan langkah hukum berikutnya, dan hal ini berpotensi menjadi citra buruk bagi PT Kimia Farma Apotek,” tambahnya.
Sementara R. Candra Wibowo selaku Manager Unit Bisnis Kota Bekasi PT Kimia Farma Apotek saat dikonfirmasi wartawan hingga berita ini diterbitkan belum menjawab. (Firm)
Comments