0
Oleh: Johnner Simanjuntak

Pemerintah Indonesia dengan pihak Yayasan Bill Gates telah sepakat untuk melakukan Uji Klinis TBC yang dikenal dengan M72 di Indonesia.

Selain Indonesia, ada beberapa negara lain yang juga menjadi peserta dilakukannya uji klinis tersebut.

Indonesia, menurut pemerintah, merupakan salah satu negara terbanyak mengalami atau penderita TBC.

Alasan ini menjadi dasar pemerintah untuk segera mengatasi penyakit yang sudah cukup lama ada di negeri ini

Namun kebijakan pemerintah tersebut mendapat banyak kecaman, protes, kritikan dari berbagai tokoh termasuk diantaranya salah seorang mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadillah Supari.

Pro-kontra itu hal yang biasa terhadap suatu kebijakan. Yang mana para pengkritik masing-masing menyampaikan argumen dari sudut pandang keilmuan mereka tentunya.

Namun semua hal itu harus dimaknai sebagai bentuk kepedulian setiap anak bangsa ini terhadap kondisi kehidupan warga bangsanya.

Penyakit TBC sudah lama dikenal di Indonesia dan sifatnya Endemi.

Endemi merupakan penyakit yang terjadi atau yang muncul di suatu wilayah atau negara tertentu dan sifatnya tidak sampai meluas ke berbagai negara.

BACA JUGA :  Mengintip Hiruk Pikuk Pilbup Bogor dan Prospek Kemajuan Kedepan

Namun demikian, penyakit ini bisa menjadi bersifat Endemik jika terus mengalami peningkatan secara signifikan, jumlah kasus terus bertambah.

Kali ini, TBC yang ada di Indonesia bukan lagi Endemi, melainkan Pandemi. Pandemi adalah wabah penyakit yang menyebar di beberapa negara bahkan benua. Maka dikhawatirkan bahwa penyakit TBC ini bisa saja mewabah seperti wabah penyakit Covid 19 beberapa tahun lalu.

Pemerintah tentu tidak mau ambil risiko, sehingga usulan Yayasan Bill Gates disetujui untuk melakukan uji klinis sekaligus diharapkan untuk menyediakan obat atau vaksin oleh pihak Bill Gates.

Sebagaimana program pemerintahan presiden Prabowo, bahwa sektor kesehatan masyarakat menjadi prioritas untuk segera diperbaiki.

Suara-suara sumbang terus mengalir dari berbagai kalangan, namun semua ini merupakan bagian dari hak menyampaikan pendapat.

Mereka mempertanyakan kondisi real tentang ancaman penyakit TBC saat ini. Tingkat kedaruratannya seperti apa?

Sikap pemerintah tentu sesuatu yang responsif untuk melihat sekaligus mengatasi suatu kejadian yang mengancam kesehatan masyarakatnya. Namun ada satu hal yang perlu untuk dilakukan evaluasi, kajian yang konprehensif, yaitu meninjau, menyelusuri kwalitas para ahli peneliti dibidang riset, inovasi dan science yang ribuan jumlahnya saat ini di Indonesia.

BACA JUGA :  Proyek Pengadaan Air Baku Jonggol-Klapanunggal Mangkrak?

Keilmuan dan kepakaran mereka selama ini kemana saja? Padahal kita sudah memiliki begitu banyak lembaga atau badan di berbagai Kementerian sejak dulu.

Kali ini kita juga sudah memiliki BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), di mana badan ini menjadi kumpulan para ilmuwan dari berbagai bidang ilmu pengetahuan atau science termasuk didalamnya para pakar dibidang kesehatan, bakteri, virus serta pakar tentang ahli obat.

Munculnya berbagai pertanyaan tersebut karena kita dinilai gagal dalam meneliti, menemukan virus virus yang menyebabkan penyakit, padahal peralatan yang dimiliki BRIN saat ini termasuk canggih canggih semua (infrastruktur berupa gedung dan peralatan utk riset) seperti alat Cryo-EM (Cryo Elektron Magnetic).

Alat ini merupakan alat canggih untuk meneliti, mengetahui berbagai bakteri atau virus. Harganya pun cukup fantastis, mencapai dua ratus miliar lebih pet unitnya.

Selain itu, berbagai fasilitas laboratorium BSL 3 sudah tersedia. Itu pula sebabnya, muncul berbagai pertanyaan publik “Sampai kapan kita bergantung kepada negara lain terkait vaksin dan segala yang berhubungan dengan kesehatan?”.

BACA JUGA :  Opini: Untuk Apa Pemekaran Kota Tangerang Tengah?

Penulis adalah: Pemerhati Sosial dan Pembangunan

You may also like

Comments

Comments are closed.

More in Opini