Oleh: Johnner Simanjuntak
Dibentuknya Undang-undang Nomor 14, tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) adalah untuk memastikan setiap instansi pengelola pemerintahan transparan terkait informasi yang disampaikan ke masyarakat.
Artinya, bahwa publik memiliki hak untuk mengetahui berbagai kebijakan yang dibuat termasuk soal penggunaan anggaran negara.
Transparansi tentu juga punya daya tangkal dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyelewengan penggunaan keuangan negara atau korupsi, dimana akhir-akhir ini semakin banyak yang terungkap baik di pemerintah pusat aupun daerah.
Terkait hal tersebut, DLH Kabupaten Bogor sepertinya tidak memahami maksud dan tujuan Undang-undang Nomor 14 tersebut. Nyatanya, SKPD yang satu ini kerap tertutup ke publik, elemen masyarakat yang beberapa kali minta konfirmasi terkait kinerja dan maraknya isu telah terjadi korupsi beberapa tahun anggaran berjalan.
Selama Biantoro menjadi pimpinannya atau kepala dinas, DLH terkesan tertutup dan sulit untuk mendapatkan informasi.
Kepala dinasnya pun beserta beberapa orang staf atau kabid seolah ikut menghilang. Setiap didatangi ke kantor DLH, maka jawaban petugas selalu tidak ada di kantor atau sedang keluar. Kebohongan seperti ini sudah kerap terjadi dan terkesan sudah diperintahkan untuk berbohong.
Lalu muncul pertanyaan, kenapa harus sembunyi semua dan enggan menjawab pertanyaan, bahkan surat sekali pun. Saya kecewa melihat cara kerjanya kepala dinas serta jajaran di DLH Kabupaten Bogor yang tidak transparan.
Apa sebenarnya yang ditakuti? Kepada pemerintah yang baru, Bupati dan Wakil Bupati Rudy Susanto dan Ade Ruhandi tolong lakukan evaluasi terhadap pimpinan dan jajaran DLH yang selama ini tidak becus bekerja dan banyak persoalan yang tidak terselesaikan, termasuk isu korupsi.
Jangan memilih pimpinan dan pejabat di DLH yang tidak memiliki kompetensi, integritas dan komitmen dalam membangun Kabupaten Bogor yang lebih maju.
Comments