0

JAKARTA, INDONEWS | Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto memberikan penjelasan terkait bentuk “kriminalisasi” hukum terhadapnya.

“Setelah cukup lama berdiam diri, melakukan perenungan terhadap berbagai bentuk kriminalisasi hukum yang ditujukan kepada saya, maka tibalah saatnya untuk memberikan penjelasan kepada seluruh masyarakat Indonesia dengan sebenar-benarnya,” kata Hasto, dalam siaran pers yang diterima media ini, Selasa (18/2).

Menurutnya, permasalahan yang menimpanya tidak terlepas dari kepentingan politik kekuasaan, karena banyak pakar hukum yang telah melakukan kajian, bahkan suatu eksaminasi hukum dan FGD terhadap putusan atas nama Wahyu Setiawan; Agustiani Tio Fridelina; dan Saeful Bahri sebagaimana telah dilakukan oleh antara lain Prof Dr. Amir Ilyas; Prof Dr. Eva Achjani Zulfa; Prof Dr. Ridwan; Dr. Chairul Huda; Dr. Mahrus Ali; Dr. Beniharmoni Herefa; Dr. Aditya Wiguna Sanjaya; Dr. Maradona dan Dr. Idul Rishan dan lainnya.

“Dalam eksaminasi tersebut, nyata-nyata tidak ditemukan suatu fakta-fakta hukum atas penetapan saya sebagai tersangka kasus suap maupun suatu tindakan melakukan obstruction of justice,” jelasnya.

Ia menuturkan, Dalam UU KPK Pasal 21 misalnya, tindakan obstruction of justice terjadi pada saat penyidikan.

“Dari hasil eksaminasi juga tidak ada bukti permulaan yang sah menurut hukum untuk menetapkan saya sebagai Tersangka. Pada tahapan proses ini, sikap saya sangatlah kooperatif dan menaati proses hukum di KPK,” ungkap Hasto.

Hasto menambahkan, tiadanya fakta-fakta hukum tersebut juga diperkuat melalui keterangan Ahli dalam proses praperadilan. Melalui sidang yang sarat dengan falsafah, prinsip, dan dalil-dalil hukum, baik berdasarkan keterangan Ahli dari KPK selaku termohon, dan Ahli pemohon, yang dalam hal ini adalah dirinya, juga tidak ditemukan suatu fakta-fakta persidangan yang mengarah pada adanya bukti formil dan materiil yang bisa menjadi landasan bagi penetapan Hasto sebagai tersangka.

“Intermezo: Kami men-challenge para pakar hukum untuk melakukan eksaminasiterhadap dalil gugatan pemohon, jawaban termohon, serta keterangan para saksi dan para ahli dalam praperadilan tersebut,” katanya, berseloroh.

Selain hal tersebut, masih kata Hasto, ada fakta persidangan yang sangat menarik, yang menyentuh aspek kemanusiaan dan hati nurani, yakni adanya intimidasi yang dilakukan Rossa Purba Bekti terhadap Tio.

“Demi ambisi menangkap saya, Tio diintimidasi dan dibujuk dengan gratifikasi hukum sebesar Rp2 miliar. Syaratnya, Tio harus menyebutkan keterlibatan saya. Apa yang disampaikan Tio tersebut dilakukan dibawah sumpah. Sumpah dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Subhanahu Wa Ta’ala,” beber Hasto.

Petinggi partai banteng meneruskan, Tio juga diminta menyebut orang-orang di lingkaran pertama Megawati Soekarnoputri agar bisa dibidik para penyidik tersebut.

“Demi melancarkan aksinya, Rossa Purba Bekti sampai menggebrak meja dan mendesak untuk mengganti penasehat hukum Tio. Puncak intimidasi Tio adalah bahwa yang bersangkutan dikenakan cekal untuk tidak bisa berobat ke luar negeri akibat kanker yang dideritanya,” terang Hasto.

“Padahal jauh sebelum kasus ini naik lagi ke permukaan, Tio sudah berulang kali berobat untuk ke Guangzhou bagi penyembuhan penyakitnya. Namun agenda kemanusiaan ini pun diabaikan Rossa Purba Bekti,” tambahnya.

“Saya meyakini, jika Tio mengikuti kemauan Rosa, maka pencekalan itu pasti tidak akan terjadi,” sambung Hasto.

Kuatnya Agenda Politik

Hasto dalam siaran persnya mengungkapkan, berbagai fakta tersebut semakin menunjukkan kuatnya agenda politik terhadap kasus yang menimpanya.

“Bayangkan, terhadap Tio yang sudah bersifat kooperatif saja masih diintimidasi seperti itu. Hal yang sama terjadi untuk pemeriksaan saksi Donny Istiqomah, Kusnadi, dan lainnya. Bukankah tindakan Rossa tersebut mencederai hukum yang seharusnya berperikemanusiaan, penuh etika, moral, hati nurani, dan berkeadilan? Apakah tindakan Rosa ini dapat dibenarkan? Bukankah tindakan Rossa ini justru merusak marwah dan nama baik KPK? Kita ini bangsa ber-Pancasila. Di dalamnya ada Sila Kemausiaan. Masa diabaikan,” papar dia.

BACA JUGA :  Antisipasi Bencana & Aksi Teror Jelang Nataru, Ini Saran Jonny Siarit

Hasto menegaskan semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum, termasuk hak untuk mendapatkan perlakuan hukum yang berkeadilan.

“Keselamatan jiwa raga Tio menjadi bagian dari tujuan adanya Negara Republik Indonesia ini. Namun hak untuk melanjutkan pengobatan atas derita kanker pun diabaikan hanya karena ambisi Rossa Purba Bekti. Disisi lain, berkaitan dengan kasus yang ditujukan ke saya, bukti-bukti yang disampaikan sebagaimana nampak di sidang Pra Peradilan adalah bukti terhadap suatu perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrach van gewijsde),” jelasnya.

Dikatakan, terhadap keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap tersebut, dari keterangan para terdakwa dan saksi, tidak ada yang menyebutkan keterlibatan saya. Namun sepertinya mau dipaksakan ada sumber dana yang berasal darinya.

“Sekali lagi kami tegaskan, bahwa perkara tersebut sudah inkrach, sanksi pidananya sudah dijalankan, dan tidak ada amar putusan pengadilan yang menyebutkan keterlibatan saya, lalu mengapa proses tersebut diulang kembali oleh Rossa?” katanya, setengah bertanya.

Ajukan 6 Praperadilan

Guna mendapatkan keadilan, imbuh Hasto, dan sebagai hak yang dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia yang sah, sertai berdasarkan pertimbangan seluruh penasehat hukum, pihaknya memutuskan untuk kembali mengajukan 6 praperadilan.

“Dalam proses ini, KPK yang menjunjung tinggi hukum seharusnya menghormat proses ini. Namun yang terjadi adalah, bahwa Rossa Purba Bekti tetap memaksakan kehendaknya untuk memeriksa saya. Ini adalah sikap yang justru tidak menghormati institusi pengadilan dan mekanisme hukum yang berkeadilan,” jelasnya.

“Saya berharap sebagai bagian dari Institusi Penegak Hukum, sepatutnya kalau KPK menghormati proses praperadilan yang sedang kami lakukan. KPK harus memastikan penegakan hukum yang berkeadilan. Dalam amicus curiae, Ibu Megawati menyebutkan tentang Dewi Keadilan. Seorang Dewi dengan mata tertutup, memegang timbangan dan pedang keadilan,” paparnya.

“Keadilan ini yang harus diwujudkan, tidak seperti saat ini. Itulah semangat perjuangan kami. Semangat ini muncul berkat inspirasi dari Prof Dr. Sunarto yang saat ini menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung,” tambah Hasto.

“Dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar di Universitas Airlangga, Beliau menyampaikan bahwa hukum tanpa keadilan seperti seperangkat aturan yang kering tanpa ruh. Karena itulah seorang hakim harus bertindak sebagai pembelajar sepanjang hayat, peneliti, dan filsuf, agar mampu melihat keadilan sejati,” tambahnya.

“Keadilan di luar batas formalitas hukum serta memperhatikan dampak sosial, budaya dan kemanusiaan di saat hakim mengambil keputusan. Keadilan tidak akan terwujud jika hakim terpaku pada ilmu hukum semata. Keadilan juga akan sulit terwujud bila hakim hanya menjadi mesin yang memproses hukum. Baginya, hakim harus bisa merasakan denyut keadilan yang hidup di setiap bagian jiwanya. Betapa luar biasanya pendapat Prof Dr. Sunarto,” masih kata Hasto.

Hasto menyebut, pendapat Prof Sunarto tersebut oleh Megawati Soekarnoputri dikatakan sebagai secercah harapan ketika hukum dijauhkan dari rasa keadilan terlebih di dalam menghadapi kegelapan demokrasi akibat abuse of power Jokowi.

BACA JUGA :  Dekan Fisipol Al Muslim Bireun Nilai Adli Abdullah Cocok Jadi Pj. Gubernur Aceh

“Secercah harapan tersebut, saya gunakan sebagai momentum untuk menyampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia, bahwa saya siap, dan akan selalu kooperatif mengikuti seluruh proses hukum di KPK. Hal yang sama juga saya harapkan, dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujarnya.

Hasto mengaku, banyak yang mengatakan kepadanya, bahwa kini tiba saatnya untuk melakukan suatu “gugatan”; suatu declaration of my objections; atau suatu sikap resmi sebagai warga negara Republik Indonesia yang sah terhadap perlakukan berlebihan berupa suatu pelanggaran etik dan tindakan melawan hukum yang dilakukan Rossa Purba Bekti.

“Apa yang dilakukan penyidik KPK tersebut selain sangat intimidatif, tendensius, juga tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik di luarnya. Dalam panggung besar politik di Indonesia, apa yang terjadi tidak bisa dilepaskan dari sikap-sikap politik yang saya sampaikan sebagai Sekretaris Jendral DPP PDI Perjuangan,” katanya.

“Sikap kritis itulah yang menciptakan hadirnya rasa tidak senang dalam diri seorang yang mengidentikkan dirinya sebagai “Raja”. Pertama, penolakan terhadap kehadiran kesebelasan Israel dalam Piala Dunia U20 tahun 2023. Sikap resmi PDI Perjuangan berpijak pada konstitusi, sejarah, dan prinsip-prinsip kemanusiaan yang tertuang dalam Dasa Sila Bandung.”

“Pembebasan dan kemerdekaan Palestina adalah komunike politik yang ditandatangani oleh pemerintah Republik Indonesia dalam Konferensi Asia Afrika tahun 1955 tersebut. Sikap ini terbukti benar. Akhirnya bukan hanya Ibu Megawati Soekarnoputri dan PDI Perjuangan yang kokoh dalam prinsip, namun dunia pun kemudian mengutuk Israel atas kekejamannya di Gaza.”

“Inilah Satyam Eva Jayate yang pertama. Kedua, sikap penolakan terhadap perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi, atau penambahan masa jabatan 3 kali. Prinsip yang dipegang oleh Ibu Megawati Soekarnoputri berpijak pada UUD NRI 1945 Pasal 7 yang menyatakan bahwa masa jabatan presiden dan wakil presiden hanya dua periode,” bebernya.

“Akhirnya seluruh masyarakat sipil, mahasiswa, dan akademisi menolak hal ini. Inilah Satyam Eva Jayate yang kedua. Ketiga, ketika konstitusi di kebiri dan demokrasi terancam mati melalui Keputusan MK No. 90 tahun 2023. Inilah abuse of power dengan menggunakan hukum, dan diduga penuh dengan intimidasi, dan penggunaan kekuatan kapital akibat campur tangan Presiden Jokowi dan Ketua MK Anwar Usman,” sebut Hasto.

Menurutnya, sikap tegas Megawati Soekarnoputri terjadi juga karena ketaatan pada peraturan perundang- undangan. Apa yang terjadi di MK ini akhirnya tercatat sebagai titik paling gelap dalam sejarah demokrasi Indonesia.

Hasto menambahkan, nilah Satyam Eva Jayate, sebab konsitusi itu memiliki ruh, dan sekiranya dilanggar melalui abuse of power bisa menciptakan krisis.

“Keempat, masyarakat Indonesia mencatat bahwa di dalam Pilrpres dan Pileg 2024, serta Pilkada 2025 berbagai penggunaan mesin politik yang bukan Partai Politik kembali terjadi. PDI Perjuangan menyampaikan begitu banyak Catatan Gelap atas praktik “demokrasi prosedural” yang berwatak otoriter populis ini,” ujarnya.

“Masyarakat mencatat begitu masif intimidasi yang dilakukan terhadap kepala desa, anggota legislatif, jurnalis, tokoh-tokoh pro demokrasi, para pengusaha, hingga kepala daerah. Bahkan bujuk rayu melalui Bansos pun dilakukan

untuk membius kesadaran rakyat,” katanya.

Ia membeberkan, terhadap penyalahgunaan Bansos ini, pada tanggal 8 Februari yang lalu, Jendral TNI Purn. Luhut Binsar Panjaitan menyatakan bahwa dari Rp500 triliun dana bansos, hampir separuhnya atau Rp250 triliun yang sampai ke masyarakat.

BACA JUGA :  Terima Bantuan Bibit, PDI Perjuangan Bogor Dukung Kedaulatan Pangan

“Inilah penyalahgunaan keuangan negara dalam proses elektoral. PDI Perjuangan sangat menghormati KPK. KPK punya misi mulia untuk memberantas korupsi dan menegakkan akhlak bangsa. KPK didirikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri bukan dengan wajah yang seperti saat ini. KPK seharusnya fokus menangani kasus korupsi besar seperti ilegal logging, ilegal mining, judi online dan narkoba dan lainnya yang diduga banyak melibatkan aparatur negara,” papar dia.

Dukung KPK

Hasto menegaskan, PDI Perjuangan dan seluruh rakyat Indonesia akan memberikan dukungan penuh terhadap KPK jika benar-benar memberantas korupsi pada kasus- kasus yang merugikan negara tersebut.

“Saya bukanlah pejabat negara, dan tidak ada kerugian negara terhadap kasus tersebut. Namun mengapa Rossa Purba Bekti kemudian menggunakan KPK bagi kepentingan sempitnya. Karena itulah pada kesempatan ini saya bertanya, siapa yang berada dibelakang Rossa, sehingga institusi KPK pun dirusaknya?” katanya.

“Sekiranya kami tidak diajarkan mencintai tanah air Indonesia, mencintai Persatuan Indonesia, dan menghormati pemerintahan negara yang saat ini dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto, maka berbagai skenario perlawanan pasti dilakukan,” katanya.

“Namun kami percaya pada kekuatan etika, moral, hati nurani, dan kebenaran. Ketika peristiwa kudatuli saja, kami menempuh jalan hukum, apalagi urusan ini. Sekiranya perlawanan semesta dilakukan, pasti akan mengguncangkan. Namun kami tidak memilih jalan itu.”

“Kami memilih perlawanan melalui jalan hukum. Kami diajarkan untuk menghormati Pemerintahan Presiden Prabowo, meskipun posisi kami adalah penyeimbang. Namun demi keberpihakan pada kepentingan rakyat, bangsa dan negara, melalui DPR RI, karena keputusan diambil bersama-sama, banyak kebijakan strategis yang diberi dukungan oleh Fraksi PDI Perjuangan.”

“Kami ikut bertanggung jawab di dalam menjaga stabilitas politik negara yang Beliau pimpin. Kami ikut berjuang membangun masa depan negeri dengan penuh rasa cinta terhadap tanah air sebagaimana menjadi semangat Presiden Prabowo.”

“Kami juga mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Namun sekali lagi, KPK tidak boleh disalahgunakan oleh ambisi orang per orang penyidik hanya karena campur tangan kekuasaan yang diluarnya.”

“Oleh karena itulah pada Rabu, 19 Februari 2025 besok, Tim Hukum PDI Perjuangan akan mengadukan Rossa Purba Bekti ke Dewas KPK atas kesewenang-wenangan yang telah dilakukan,” papar Hasto.

“Sikap kami ini bukanlah untuk melawan KPK. Sikap kami ini justru untuk menjaga marwah KPK agar kembali pada misi utamanya. Sikap kami ini adalah dukungan nyata pada KPK dengan seluruh jajarannya,” masih kata Hasto.

“Kami percaya sepenuhnya, bahwa pimpinan KPK saat ini memiliki visi, misi, agenda strategis serta komitmen untuk memberantas korupsi dengan cara-cara yang benar. Kami percaya bahwa Dewan Pengawas KPK akan bertindak adil, dan memiliki kedaulatan penuh, tanpa intervensi manapun untuk berani memeriksa Rossa Purba Bekti yang nyata-nyata telah melakukan intimidasi dan proses penegakkan hukum yang melanggar undang- undang.”

Ia mencontohkan, tindakan yang dilakukan terhadap Kusnadi, misalnya, dengan menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas barang-barang miliknya dan milik DPP PDI Perjuangan, serta memeriksa selama hampir 3 jam tanpa surat perintah panggilan adalah tindakan melawan hukum.

“Buku dan HP yang disita adalah milik DPP Partai, disitu termuat banyak rahasia Partai. Demikian pula intimidasi terhadap Tio, Donny Istikhomah, Hasan dan lainnya, sangat mencoreng kewibaaan KPK,” kata Hasto. ***

You may also like

Comments

Comments are closed.

More in Headline