Tuntutan Reformasi 1998 adalah untuk memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang terjadi cukup lama di Indonesia di berbagai instansi pemerintah, baik pusat, daerah maupun lembaga negara lainnya termasuk BUMN.
Kerugian keuangan negara seolah tak terhitung lagi yang tentu saja berdampak kepada kehidupan sosial seluruh masyarakat bangsa ini.
Mementum unjuk rasa para mahasiswa serta dukungan masyarakat luas memprotes pemerintah dan lembaga legislatif (DPR), akhirnya menghasilkan reformasi.
Namun seiring berjalannya waktu, hingga reformasi memasuki usia 20 tahunan, ternyata korupsi belum juga mereda, malah semakin massif dengan angka fantastis ratusan miliar bahkan triliunan rupiah.
Namun saat ini, dalam pemerintahan presiden Prabowo Subianto ada kebijakan yang tegas dalam memberantas korupsi, yaitu akan menindak tegas para koruptor dengan hukuman berat tanpa pandang bulu.
Perintah presiden ini seperti setetes air mengalir di tenggorokan yang sedang dahaga.
Salah satu sektor yang mendapat perhatian presiden adalah sektor kesehatan masyarakat terlebih balita. Dalam masa pertumbuhan pisik bayi diperlukan asupan gizi yang cukup bahkan sejak masih dalam kandungan pun.
Terkait itu semua, pemerintah melakukan berbagai tindakan termasuk mengenai stunting.
Stunting merupakan suatu gangguan terhadap pertumbuhan tinggi badan anak bayi yang lebih rendah dari rata-rata seusianya. Hal ini terjadi akibat faktor kurangnya asupan nutrisi/gizi.
Maka untuk mengantisipasi hal itu, pemerintah berupaya menyediakan kelengkapan alat yaitu antropometri yang akan ada tersedia di setiap puskesmas, posyandu serta unit unit kesehatan lainnya di seluruh tanah air.
Alat ini akan digunakan untuk mengetahui apakah di bayi mengalami atau terindikasi kena stunting.
Pada tahun 2023, Kemenkes RI akhirnya melakukan pengadaan alat kesehatan ini (antropometri) dengan mengundang beberapa perusahaan/distributor untuk mengajukan penawaran harga ke Badan Pengadaan Barang dan Jasa (BPBDJ).
Kemenkes sebelumnya sudah membuat aturan bahwa alat tersebut harus diproduksi dalam negeri atau luar negeri dengan kandungan (TKDN) sebesar 42,5 persen.
Pada saat penawaran harga dari beberapa perusahaan penyedia barang, saat itu harga pasar Rp.5.150.000 per set. Namun setelah ada beberapa penawaran yang masuk ke panitia, selang berapa hari kemudian, BPBDJ menentukan harga per setnya sebesar Rp.8.000.000. Artinya ada kenaikan harga yang ditentukan oleh panitia yang tentu saja masuk kategori mark-up sebesar Rp.2.850.000 per set.
Kemudian, salah satu peserta menawarkan Rp.7.900.000 per set dan penawaran ini menjadi penawaran terendah dari seluruh peserta (PT. Delta Mandiri Abadi).
Sebelum pengadaan ini dilaksanakan, PT. DMA sudah mempublish harga pasaran sebesar Rp.5.150.000 per set, namun karena permintaan panitia (BPBDJ) bahwa setiap peserta menawarkan harga tidak melebihi Rp.8.000.000 per set.
Selisih harga penawaran PT DMA dengan harga pasaran mereka terdapat Rp.2.750.000, (Rp.7.900.000- Rp 5.150.000).
Pelaksanaa pengadaan alat ini terjadi dua tahap. Tahap pertama pada bulan Agustus 2023 dengan waktu yang ditentukan selama 3 bulan (Agustus- Oktober).
Tetapi kemudian dibatalkan/dirubah dengan adanya perintah/surat dari Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak agar spesifikasi alat dirubah.
Kemudian pemesanan alat antropometri menjadi tanggal 14 September 2023. Perubahan jadwal ini menjadi janggal, sebab dari rentang waktu Nopember- Desember dirasa tidak cukup waktu bagi semua penyedia pemegang kontrak untuk melaksanakannya.
Karena semua perusahaan tidak memiliki stok dalam jumlah besar dan harus melakukan produksi. Jika ada penyedia yang memiliki stokk cukup besar, itu dapat dipastikan bahwa sebelumnya sudah ada persekongkolan antara pejabat di BPBDJ, PPK atau KPA dengan penyedia tertentu.
Untuk diketahui, bahwa selama ini perusahaan penyedia alkes khususnya Antropometri tidak berani menyediakan stok jumlah besar, sebab ada ketentuan apabila barang tidak dibeli Kemenkes atau pemerintah daerah, maka barang yang kadaluarsa harus dimusnahkan.
Ada sebanyak 32 penyedia antropometri yang mendapat kontrak saat itu. Anggaran yang disediakan Kemenkes sebesar Rp. 850.052.176.400. Di antaranya PT. Bhakti Bersama Roarta/PT. Diavatama Karya Makmur sebanyak 20.843 set dengan kontrak sebesar Rp 174.510.265.000, dan menjadi penyedia terbanyak.
Untuk diketahui, semua pemegang kontrak tersebut harga ditetapkan sebesar Rp.7.900.000 per set sesuai harga penawaran terendah.
PT. BBR dan PT. DKM adalah milik anggota DPR (periode 2924-2029 ), Sabam Sinaga. Dia ini sudah dikenal lama menekuni bisnis alkes khususnya di lingkungan Kemenkes. Dari kontrak sebesar Rp.174.510.265.000, ini saja sudah ditaksir ada mark-up sebesar Rp 57.318.250.000.
Maka, dari seluruh pemegang kontrak (32 perusahaan), kuat indikasi korupsi sebesar Rp.295,9 Miliar.
Masyarakat berharap agar Presiden Prabowo serius melakukan pemeriksaan dan menindak semua para koruptor tanpa pandang bulu. Rakyat menatikan bukti. ***
Comments