0

JAKARTA, INDONEWS – Ketua Serikat Buruh Sejahterah Independent (SEJATI) Riau sekaligus Pendiri Media Selidikkasus, S. Lafau Mengecam penangkapan Ketum PPWI di Lampung Timur.

Hal itu dikatakan S. Lafau saat selesai pertemuan bersama timnya di Jakarta, Minggu, 13 Maret 2022

Awalnya pada Jumat 11 Maret 2022, rombongan PPWI yang diketuai Wilson Lalengke mendatangi Polres Lampung Timur untuk mengklarifikasi penangkapan dan penahanan ID yang merupakan wartawan media online Revolusiv. com.

Anggota PPWI itu ditahan setelah ditangkap pada Selasa, 8 Maret 2022 atas dugaan pememerasan warga Martiga, Lampung Timur.

Dalam peristiwa ini, S. Lafau melihat adanya dugaan arogansi kekuasaan dari Kapolres Lampung Timur. Dia menilai kapolres menghianati Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui Program Polri Presisi.

Yang mana Polri harus melayani masyarakat. Bahkan Kapolri sendiri telah mencanangkan pelayanan prima terhadap pelayanan masyarakat.

“Sebab, apabila Kapolres Lampung Timur dengan cepat memfasilitasi apa yang disampaikan oleh PPWI dan menjelaskan duduk permasalahannya, maka perobohan karangan bunga tidak akan terjadi. Sebab, setelah menunggu terlalu lama seolah diacuhkan pihak kepolisian,” ujarnya.

BACA JUGA :  Gadis Ini Girang Setelah Sepeda Motornya yang Dicuri Ditemukan Lagi

Menurut dia, alasan Polres Lampung Timur melakukan penangkapan terhadap Wilson dengan alasan perusakan karangan bunga sangat sumir dan mengada-ada. Pasalnya, karangan bunga itu tak ada kerusakan dan telah didirikan lagi oleh petugas.

Evalusasi

Oleh karena itu, S.Lapau meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengevaluasi kinerja dan tindakan Kapolres Lampung Timur yang diduga tidak melaksanakan Program Polri Presisi, utamanya dalam melayani masyarakat.

Soal penangkapan, Ketum PPWI dalam Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 158) mengatakan bahwa alasan penangkapan atau syarat penangkapan tersirat dalam Pasal 17 KUHAP, “seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana, dugaan yang kuat itu didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.

“Patut diketahui bahwa kewenangan penyidik Polri, dalam KUHAP, antara lain, melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan merupakan upaya paksa. Dan Syarat Penangkapan wajib didasarkan pada bukti permulaan yang cukup. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 memutus bahwa frasa ‘bukti permulaan yang cukup’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP (hal. 109),” bebernya.

BACA JUGA :  Pendopo Kecamatan Bekasi Selatan Dilalap Si Jago Merah

“Melakukan penangkapan tidak bisa sewenang-wenang dan sesuka hati pihak kepolisian. Perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana, kewajiban Polri dalam melakukan penangkapan adalah untuk tidak berlaku sewenang-wenang terhadap ‘terduga’/tersangka tindak pidana,” tambahnya.

“Penangkapan harus dilakukan menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam KUHAP (hal. 157).”

Selain itu, tuturnya, penting diingat bahwa alasan untuk kepentingan penyelidikan dan kepentingan penyidikan jangan diselewengkan untuk maksud selain di luar kepentingan penyelidikan dan penyidikan (hal. 159).

“Berpijaklah pada landasan hukum yang Adil dan jangan mengandalkan kekuasaan jabatan,” tegas S. Lafau.

“Dan ketum PPWI tidak melakukan penghinaan dan caci maki terhadap suku atau Ras apalagi terhadap adat istiadat di sana,” pungkasnya.(Firm)

You may also like

Comments

Comments are closed.

More in Peristiwa