0

BOGOR, INDONEWS | Presiden Prabowo berkomitmen untuk menindak semua pelaku korupsi atau setiap orang yang menyalahgunakan wewenang dalam penggunaan anggaran.

Perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian keuangan negara yang tidak sedikit. Maka, korupsi harus diberantas sampai ke akar akarnya.

Komitmen dan pernyataan ini berulang kali disampaikan Presiden dalam berbagai kesempatan dan menuai apresiasi publik karena fenomena korupsi selama ini sudah menggurita, ibarat penyakit kanker sudah stadium empat.

Ditegaskan presiden, dirinya dan pemerintah tidak akan ragu-ragu menindak siapapun, kelompok manapun bahkan partai manapun tanpa pandang bulu.

Ketua Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kabupaten Bogor, Jonny Sirait mengatakan, kecemasan masyarakat terkait korupsi selama ini, sepertinya menyadarkan Presiden untuk segera bertindak.

“Akhir-akhir ini sejumlah kasus mega korupsi (ribuan triliun) bermunculan. Presiden geram, marah atas semua kebobrokan mental para koruptor tersebut,” katanya, di Bogor, Senin (9/6/2025).

Terkait dengan hal ini, kata Jonny, Kemenkes RI pada tahun 2023 telah melaksanakan pengadaan alat kesehatan, yaitu antropometri kit, alat pendeteksi stunting yang mungkin saja dialami para anak kecil (balita).

“Stunting merupakan gejala gangguan terhadap pertumbuhan tinggi badan anak-anak, apakah sesuai dengan tinggi badan seusianya. Stunting bisa terjadi karena kurangnya asupan gizi dan makanan sehat lainnya,” terangnya.

BACA JUGA :  Anggota Dewan Dibikin Kecewa, GMPK Pertanyakan Fungsi Disnaker Bogor

Ia menyebutkan, pengadaan stunting Kit ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama pada bulan Agustus berakhir pada bulan Oktober dan lewat panitia pengadaan di Biro Pengadaan Barang Dan Jasa (BPBDJ) Kemenkes telah memberikan kontrak kepada beberapa penyedia (distributor atau pabrikan).

“Namun sejak masih dalam proses adminitrasi, teknik dan negosiasi harga sudah kuat indikasi pengaturan/persekongkolan. Kemenkes telah membuat aturan, bahwa setiap produk alat tersebut (antropometri kit) harus memiliki TKDN minimum 42,5 persen,” katanya.

Namun, sambung Jonny, ditengarai bahwa panitia justru meloskan produk/antropometri kit tersebut berasal dari import, sehingga TKDNnya diragukan.

“Selain itu bahwa setiap perusahaan penyedia harus memiliki sertifikat dari PT. Sucofindo, namun ada beberapa peserta yang terindikasi memberikan sertifikat palsu,” ungkap dia.

Jonny mengatakan, hal lain yang membuat janggal adalah pada saat panitia atau BPBDJ meminta peserta untuk mengajukan penawaran harga (SPH), maka ada salah satu peserta yang menawarkan seharga Rp.5.150.000 per unit. Dan ini menjadi penawaran terendah dari seluruh peserta.

BACA JUGA :  Terima Bantuan Bibit, PDI Perjuangan Bogor Dukung Kedaulatan Pangan

“Penawaran sebesar ini menurut PT. DMA, bahwa hal itu berdasarkan harga pasaran resmi sebagai mana sudah tayang di akun resmi e-Katalog perusahaan,” katanya.

Namun beberapa waktu kemudian, tambah Jonny, BPBDJ meminta agar semua mengganti surat penawaran harga dan merubahnya dengan harga kisaran Rp.8 juta per unit sesuai dengan pagu anggaran yang disediakan.

“PT DMA awalnya keberatan karena takut hal ini kelak jadi masalah hukum, tetapi pada akhirnya tidak dapat menolak sehingga menyampaikan penawaran harga terbaru menjadi Rp. 7.900.000 per unit,” jelasnya.

Dan penawaran inipun menjadi penawaran terendah dari seluruh penawaran peserta. Kemudian, panitia memberolan kontrak kepada sejumlah penyedia termasuk diantaranya kepada PT. BBR/DKM  yang merupakan milik seorang anggota DPR-RI saat ini yaitu SS.

Ia menduga, pemilik perusahaan ini sudah dikenal sejak lama berhubungan dengan pihak  atau pejabat penting di Kemenkes. Maka tidak asing lagi jika yang bersangkutan selalu mendapat kontrak pengadaan barang setiap tahun berjalan.

“Dari indikasi kuatnya pengaturan dalam pengadaan ini, yaitu adanya kenaikan harga atau mark up yang cukup signifikan. Maka kerugian negara atau aroma korupsi sangat kuat,” tegas Jonny.

BACA JUGA :  Proyek Selesai tak Dibayarkan, Kontraktor di Tangerang Mengeluh

Menurutnya, persekongkolan ini jelas melibatkan pemegang kontrak, pejabat pembuat komitmen (PPK), Afriansyah, panitia pokja pemilihan, Kepala Biro PADA, Zulvia Dwi Kurnaini dan tentu juga pejabat terkait lainnya.

Dugaan korupsi ini bahkan sudah pernah diperiksa Kejagung. Saat itu pejabat PPK dan beberapa orang lainnya sudah diperiksa. Namun, akhirnya terkesan hilang tanpa pesan atau didevonir.

Jonny Sirait dengan tegas mengatakan agar kasus ini diusut tuntas secara transparan.

“Sebagaimana ditegaskan pleh Presiden Prabowo, ia akan menindak siapapun yang dinyatakan terlibat korupsi,” ujar Jonny.

Ditambahkannya, dalam waktu dekat, pihaknya juga akan menyurati Kemenkes terlebih dahulu untuk minta klarifikasi, kemudian mengirim surat ke DPR-RI, Kejagung dan tembusan ke Istana Negara atau Presiden.

Untuk diketahui, bahwa Kemenkes saat itu menyediakan anggaran sebesar Rp. 850 miliar lebih dan diberikan kepada sejumlah perusahaan pemegang kontrak.

“Maka, dari anggaran sebesar itu ada potensi kerugian negara ditaksir sebesar Rp295 Miliar. Potensi kerugian keuangan negara ini timbul akibat adanya markup. Harga pembelian Kemenkes sebesar Rp.7.900.000 per unit, sementara harga pasaran sebesar Rp. 5.150.000 per unit,” katanya. (Jhon Simanjuntak)

You may also like

Comments

Comments are closed.

More in Headline