 Kepuasan publik terhadap Bupati Bogor mencapai 82,54 persen
Kepuasan publik terhadap Bupati Bogor mencapai 82,54 persen
Pada hari Minggu tanggal 31 Agustus 2025 sekitar pukul 8.00 WIB, cuaca nampak sedikit mendung. Matahari yang sinarnya biasa mendominasi, kali ini seolah berkurang lantaran tertutup awan pekat.
Lantas saya bergegas ke warung kopi sederhana yang biasa kami sebut “Warkop Bogor Kapayun”. Di meja reyot Warkop Bogor Kapayun, duduklah tiga orang yang lahir dari daerah berbeda.
Ketiganya ialah saya Jonny Sirait yang notabene berdarah Batak, Kang Boni Hermawan suku Sunda asli Kabupaten Sumedang dan Kang Dadang Suganda, pituin Kabupaten Bogor. Kami sepakat memesan kopi kesukaan masing-masing.
“Bang Jon, Kang Dang kita coba kopi ini yuk. Saya bawa kopi, konon dari lahan Gunung Manglayang yang diolah oleh perhutani. Jenisnya robusta,” ajak Kang Boni, yang sedari tadi antusias mengajak ngopi pagi.
Sambil melihat Kang Boni membuka kemasan kopi, saya memanggil ibu pemilik warkop untuk menyeduhkan Kopi Manglayang tersebut. Sedangkan Kang Dadang mulai sibuk memilah gorengan yang sudah tersedia.
Tak ingin perbincangan kami ini hanya sekadar ‘gibah’ membicarakan yang tidak jelas, saya membuka percakapan dengan menanyakan situasi unjuk rasa di negeri ini.
“Bang Bon (biasa saya menyapa Kang Boni), bagaimana kabar terakhir pergerak adik-adik kita yang berunjuk rasa?” tanya saya.
“Saya pagi ini baru lihat di sosmed bang. Saya lihat postingan bahwa pendemo mengeruduk kediaman anggota DPR seperti Achmad Sahroni, Uya Kuya dan Eko Patrio. Kita doakan saja bang agar semua berlangsung damai, jangan ada lagi korban dan pengrusakan fasilitas umum yang membikin rakyat justru rugi,” jawab Kang Boni.
“Pagi ini, saya justru tertarik dengan Kabupaten Bogor sebagai daerah penyangga ibu kota. Gimana perkembangannya nih,” demikian Kang Boni yang merupakan Pimpinan Redaksi Media-Indonews, balik bertanya.
Saya yang mulai mencium wangi khas kopi hanya menjawab singkat. “Kita kan punya bupati dan wakil bupati merakyat. Saya yakin Kabupaten Bogor jauh lebih baik,” timpal saya.
Kang Boni lantas menyepakati pernyataan itu dengan memanggutkan kepala. Namun dia secara spesifik menanyakan sejauh mana kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Bogor bapak Rudy Susmanto dan Ade Ruhandi atau Jaro Ade.
“Biasanya kan ada laporan hasil 100 kerja tuh bang,” cetus Kang Dadang, menambahkan pernyataan Kang Boni, sebelum saya melontarkan pendapat.
“100 hari kerja itu sudah lewat. Tapi saya harus sampaikan bahwa kepuasan publik untuk 100 hari kerja Bupati Bogor mencapai angka 82,54 persen. Kemudian hasil survei menunjukkan tingkat kepuasan publik tertinggi berada pada bidang kebudayaan sebesar 95,05 persen, disusul tata kelola pemerintahan yang bersih 92,14 persen, serta tata kelola lingkungan 88,37 persen,” demikian penjelasan saya.
Lantas saya melanjutkan bahwa di bidang pelayanan publik tingkat kepuasannya mencapai 87,56 persen, pendidikan 85,40 persen, kesehatan 85,15 persen, dan komunikasi publik 85,52 persen.
Bidang lainnya, seperti pertanian mencatat kepuasan publik sebesar 85,21 persen, sosial 80,26 persen, keamanan 82,43 persen, ekonomi 73,02 persen, infrastruktur 75,31 persen, transportasi 77,04 persen, dan ketenagakerjaan 74,07 persen.
Kemudian Bang Bon dan Bang Dang, yang saya tahu pada aspek penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, masing-masing mencatatkan tingkat kepuasan sebesar 75,68 persen dan 78,40 persen.
Catatan tingkat kepuasan masyarakat terhadap keterbukaan informasi publik sebesar 65,10 persen, akses informasi program pemerintah 66,83 persen, pengelolaan media sosial Bupati 72,59 persen, serta komunikasi langsung bupati dengan masyarakat dan pelibatan publik dalam perencanaan pembangunan masing-masing sebesar 70,54 persen.
Tingkat keyakinan masyarakat terhadap kepemimpinan pak Rudy dalam membawa Kabupaten Bogor menjadi lebih baik juga terpantau cukup tinggi.
Ada sebanyak 72,47 persen responden menyatakan cukup yakin, 13,37 persen sangat yakin, 7,67 persen kurang yakin, 5,38 persen tidak yakin, dan 1,11 persen tidak tahu.
“Ini keren dan harusnya sudah sangat meyakinkan kita. Tinggal bagaimana masyarakat Kabupaten Bogor mendukungnya, meskipun harus ada kritik tentu harus kritik konstruktif juga memiliki nilai soulsi atau solutif ya,” terang saya.
“Benar bang. Memang saya lihat dari segi prestasi pun sudah banyak yang beliau raih. Kemarin saya dapat tulisan berita dari teman-teman bahwa pak Rudy meraih penghargaan sebagai Kepala Daerah Pendukung Baznas di Event Baznas Awards 2025 Nasional. Ini tentu jadi bukti nyata komitmen beliau dalam mendukung pengelolaan zakat, infak, dan sedekah sebagai instrumen strategis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” timpal Kang Boni.
“Sebelumnya juga pak Rudy Susmanto mendapat Penghargaan pada HUT Bhayangkara ke-79. Beliau dinilai sebagai tokoh pengayom sinergitas,” tambah Kang Dadang.
Menyambung soal raihan prestasi pak Rudy, saya pun tidak mau ketinggalan bahwa pak Rudy Susmanto juga berhasil membawa Kabupaten Bogor kembali meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat, setelah empat tahun terakhir hanya memperoleh Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
“Banyak sih Bang Bon dan Bang Dang penghargaan yang telah beliau capai. Ada dari Kapolri juga dan dari TNI atas susksesnya program TMMD. Kayaknya kalau kita bicara itu saja kurang lengkap. Coba kita lihat apa saja pekerjaan yang harus dientaskan,” demikian saya mencoba mengalihkan topik pembicaraan, selain prestasi pak bupati.
“Waduh aku sih belum faham bener bang soal Kabupaten Bogor ini. Orang saya tinggal di Sumedang, hahahaha,” timpal Kang Boni, seraya tertawa.
Saya pun mencoba menjelaskan sedikit gambaran Kabupaten Bogor sesuai dengan pengetahuan saya, bahwa Bumi Tegar Beriman merupakan daerah heterogen yang dihuni oleh beragam suku, ras, dan agama.
Bang, Kabupaten Bogor ini memiliki jumlah penduduk yang cukup tinggi, yakni sekitar 5,4 juta jiwa atau setara dengan populasi negara Singapura. Dengan keberagaman ini, tentu ada potensi yang harus dimanfaatkan bersama demi kemajuan bersama juga.
Kita tahu keberagaman Indonesia menjadi keunggulan tersendiri. Nah kita bisa menjadi negara besar berkat persatuan dan kesatuan sehingga hal ini harus kita perkuat dan jaga bersama di Kabupaten Bogor.
Makanya saya optimis dengan kepemimpinan pak Rudy Susmanto, Bumi Tegar Beriman akan semakin istimewa sesuai taglinenya “Kuta Udaya Wangsa” yang berarti “Bogor Istimewa Menuju Bogor Gemilang”.
Kuta Udaya Wangsa ini merupakan slogan yang mewakili visi Kabupaten Bogor. Bogor Istimewa saya nilai menunjukkan keunikan, keunggulan, dan kebanggaan terhadap identitas Kabupaten Bogor. Sedangkan Bogor Gemilang, menggambarkan tujuan untuk mencapai kemajuan, kesuksesan, dan kejayaan dan menjadikan Kabupaten Bogor jauh lebih baik, damai, tentram dan sejahtera.
Saya menilai, pak Rudy itu sederhana, pekerja keras tapi enggak neko-neko dan begitu cinta terhadap Kabupaten Bogor, tempat dia tinggal, hidup dan makan. Maka keinginannya menjadikan Bumi Tegar Beriman lebih baik sangat kuat. Itulah sosok pemimpin yang kita butuhkan.
“Terus secara pribadi Bang Jonny maupun sebagai aktivis sosial, apa harapan dan saran abang untuk pak Rudy?” tanya Kang Boni, seraya memegangi gelas kopi.
“Harapan saya pak Rudy tidak terlena dengan segudang prestasi dan raihannya selama ini. Beliau saya tahu kalau sudah kerja rapat pun bisa sampai jam 2 dini hari bang. Tapi saran saya, teruslah keliling wilayah Kabupaten Bogor untuk melihat situasi dan kondisi masyarakatnya,” jawab saya Jonny Sirait, sementara Kang Boni dan Kang Dadang terlihat mangut-mangut tanda setuju.
“Bang keren ya kalau next time kita bisa ngopi bareng pak Rudy. Kita kemas semacam podcast, kita ngobrol santai seputar Kabupaten Bogor,” saran Kang Boni.
“Ya semoga bisa bang. Semoga beliau di kesibukannya ada waktu ngopi bareng kita, sebab saya tahu pak Rudy ini punya jadwal padat, juga luas wilayah Kabupaten Bogor ini terkadang membuat masyarakat tidak terpuaskan. Seperti kemarin pemberitaan di Media-Indonews, ada warga Cigombong yang kecewa karena pak bupati tidak bisa hadir, tentu itu harus dimaklum mengingat pak bupati begitu sibu,” demikian penjelasan saya.
“Tapi terpenting abang teruslah suarakan suara masyarakat, kawal program bupati kita, tentunya sesuai kapasitas abang sebagai pekerja pers,” saya menambahkan.
Tak terasa perbincangan kami sudah berlangsung selama dua jam, bahkan segelas kopi sudah habis. Saya pun menutup perbincangan kami ini dengan doa dan harapan agar Kabupaten Bogor jauh lebih baik di tangan pak Rudy-Jaro.
“Okelah bang. Nanti perbincangan ini kita sambung kembali. Masih banyak yang belum terkupas tuntas. Jaga kesehatan kita ya, mari bawa langkah dan niat baik kita dalam doa,” tutup Kang Boni, seraya berpamitan karena akan pulang ke Kabupaten Sumedang. ***
 
                			
                                					
























 
    			
                			

 
    			
                			
Comments