0

JAKARTA, INDONEWS — Barisan Relawan Jalan Perubahan (Bara JP) menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh kepada Polda Metro Jaya atas penetapan delapan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penyebaran informasi palsu mengenai ijazah Presiden Joko Widodo.

Delapan tersangka tersebut meliputi inisial ES, KTR, DHL, RE, MRF, RS, RHS, dan TT.

Bara JP menilai penetapan ini menegaskan bahwa hukum adalah pagar pembatas yang memisahkan antara kebebasan berekspresi dan pelanggaran pidana.

Ketua Umum Bara JP, Willem Frans Ansanay, menyatakan proses hukum ini merupakan langkah krusial untuk menyelamatkan bangsa dari budaya kritik yang tidak membangun dan merusak etika berdemokrasi.

Frans menekankan bahwa prinsip kebebasan berpendapat tidak boleh disalahgunakan.

“Kebebasan tersebut tidak boleh diterjemahkan sebagai lisensi untuk memproduksi fitnah, berita bohong (hoaks), atau manipulasi data terhadap pemimpin negara. Apalagi, keaslian ijazah Presiden telah dibuktikan oleh institusi pendidikan resmi seperti UGM,” ujarnya.

Frans menegaskan kembali beberapa poin fundamental tentang demokrasi yang bertanggung jawab yakni Pertama, dalam demokrasi yang sehat, kritik terhadap kebijakan pemimpin adalah hal yang wajar.

BACA JUGA :  Bermanfaat Banyak, Abu Mudi Ajak Masyarakat Aceh Sertifikasi Tanah Wakaf

Namun, kritik itu harus diimbangi dengan tanggung jawab, etika, dan fakta yang valid. Jika kritik didasarkan pada kebohongan dan tuduhan tanpa bukti, hal itu sudah masuk ranah fitnah dan pencemaran nama baik yang melanggar UU ITE dan KUHP.

Kedua, proses hukum ini sejalan dengan TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, yang menuntut adanya kejujuran, amanah, dan tanggung jawab dalam berdemokrasi tanpa menodai kehormatan orang lain.

Ketiga, Bara JP meyakini penanganan perkara ini adalah murni proses penegakan hukum yang dilakukan secara profesional dan transparan, melibatkan berbagai ahli, bukan intervensi politik.

Guna menjaga kualitas demokrasi, Bara JP menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk pertama, mendukung Penuh proses penyidikan yang sedang berjalan sebagai upaya penegakan supremasi hukum dan kepastian kebenaran.

Kedua, meningkatkan literasi digital dan selalu melakukan check and recheck terhadap informasi agar tidak mudah terprovokasi oleh konten provokatif dan hoaks.

Ketiga, Membangun Budaya Kritik yang Konstruktif, membiasakan kritik yang berorientasi pada perbaikan kebijakan dan bukan pada karakter atau fitnah personal.

BACA JUGA :  Puluhan Lokasi Pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih Ditetapkan

“Kami mengapresiasi upaya Polri dalam menjaga ruang publik dari disinformasi. Inilah saatnya kita bersama-sama menyelamatkan wajah demokrasi Indonesia dari narasi-narasi destruktif dan kembali fokus pada pembangunan,” tutup Frans. (jaya)

You may also like

Comments

Comments are closed.

More in Nasional