Oleh: Johnner Simanjuntak
Di suatu senja yang diliputi mendung, ada tiga orang teman lamaku yang sudah puluhan tahun tidak berjumpa mengajak ngobrol sambil menikmati ngopi.
Akhirnya, kami pun bersepakat bertemu di salah satu kedai kopi di daerah Ciriung-Cibinong.
Awalnya, ketiga sahabat ini (mereka itu penulis, praktisi hukum dan pemerhati) menghubungi lewat Whatshap dan menyapa:
“Halo Kabupaten Bogor apa kabar?”
“Waouu, baik-baik saja,” jawabku saat itu.
Setelah panjang lebar ngobrol ngalor ngidul, mereka pun menyinggung tentang isu-isu yang menerpa Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bogor beberapa waktu lalu terkait maraknya pemberitaan kuatnya aroma korupsi.
Salah satunya tentang kejadian yang melibatkan oknum KPK gadungan (kasusnya dialihkan pemerasan).
Terkait hal ini menimbulkan beragam persepsi bagi publik yang sudah semakin cerdas. Poin lain yang diperbincangkan yaitu tentang Dana BOS, dana PIP.
Namun yang paling tersoroti yaitu pengadaan alat elektronik Interactive flat panel (IFP) berupa TV Smart untuk SD dan SMP.

TV Smart di salah satu sekolah tidak dipakai, malah seolah disembunyikan
Tidak dapat mengelak, saya pun bercerita tentang hal itu yang mereka akui dibaca dari berbagai pemberitaan media.
Memang, entah apa yang merasuki hati, pikiran para oknum pejabat di disdik saat itu, dengan beraninya melakukan korupsi. Mereka tidak sadar bahwa tindakan melakukan mark up harga merupakan perbuatan yang dilarang dan berpotensi korupsi.
Fenomena korupsi sudah menggurita, dimana uang yang dicuri bukan lagi jutaan, tapi sudah miliaran bahkan triliunan.
Terkait pengadaan TV Smart tersebut, Pemkab Bogor dalam hal ini Disdik mengganggarkan Rp 75 miliar untuk SD dan Rp 20 miliar untuk SMP.
Kuatnya indikasi korupsi, karena harga alat elektronik tersebut dinilai terlalu mahal per unitnya. Berita yang tersebar, harga kontrak TV Smart untuk SD Rp 174 juta, padahal harga di pasaran sekitar Rp 50 jutaan.
Begitu juga TV Smart untuk SMP tergolong cukup mahal per unitnya mencapai lebih Rp 200 juta. Dengan demikian jelas sekali potensi kerugian keuangan negara akibat potensi parktik korupsi.
Sudah banyak elemen masyarakat, pegiat anti korupsi yang menyoroti bahkan sudah melaporkan ke aparat penegak hokum (APH), namun publik masih menunggu sejauhmana penanganannya.
Diantara elemen masyarakat tersebut, yaitu CBA (Centerof Budget Analysis), Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) dan lainnya.
Saya pribadi sangat setuju penegasan presiden Prabowo yang berkomitmen untuk menindak siapapun yang terbukti melakukan korupsi.
Penegasan ini tentu angin segar bagi bangsa ini sekaligus bahwa ini dimaksudkan perintah, peringatan kepada seluruh aparatur negara atau pejabat, baik di pusat maupun di daerah untuk tidak main-main dengan penggunaan uang negara.
Presiden Prabowo nampak geram melihat dan mendengar tentang korupsi yang terjadi selama ini.
Korupsi kerap terjadi pada saat dilakukannya pengadaan barang dan jasa milik pemerintah setiap tahun anggaran berjalan (ini diperkuat tulisan mantan Ketua PPATK, Yunus Husein).
Bahkan menurut Yunus, perlu penerapan unsur kerugian keuangan negara dalam delik tindak pidana korupsi di persidangan. Artinya, bahwa selain vonis hukum dan pengembalian uang, juga diperlukan penelusuran kekayaan koruptor yang dinilai tidak wajar untuk dilakukan penyitaan (diperlukan UU Perampasan aset).
Kesimpulan saya, bahwa apa yang diutarakan para elemen masyarakat dan tokoh lain, per varian Tv Smart di sekolah bukanlah sesuatu yang mendesak. Itu semua cara pejabat tertentu untuk mendapatkan uang.
Hal ini pun sudah dikomentari Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, bahwa alat elektronik bukanlah satu-satunya cara membuat siswa pintar. Malah disarankan justru perlu kembali atau digiatkan menulis di papan tulis dan siswa diajak banyak menulis.
Menyimak, mengikuti dan memperhatikan semua permasalahan ini, saya berharap agar Bupati Bogor Rudy Susmanto dan Wakilnya Ade Ruhandi melakukan langkah cepat guna mengatasinya termasuk mengganti semua pejabat yang sudah menimbulkan kegaduhan karena kuatnya indikasi korupsi. Rakyat menunggu, lebih cepat lebih baik.
Comments