BEKASI, INDONEWS | Lapak pedagang kaki lima (PKL) di jalan antar Kecamatan Pondokgede dengan Kecamatan Pondok Melati dibongkar paksa tim gabungan yang terdiri dari Satpol PP, TNI, dan Polri, Rabu (6/8/2025) malam.
Penertiban berlangsung lancar tanpa ada aksi protes atau perlawanan dari pihak PKL. Terlebih, sebelumnya mereka diberitahu akan adanya penertiban oleh petugas.
Camat Pondokgede, Zainal Abidin Syah menjelaskan, penertiban ini hasil kerja sama dengan Pondok Melati serta persiapan matang.
“Sebelumnya kita rapat di tingkat kota. Kemudian saya sampaikan skala utama di wilayah Pondokgede adalah kemacetan kawasan APG dan Pasar Mutiara yang berada di antara Kecamatan Pondokgede dan Pondok Melati, sehingga harus difasilitasi Pemerintah Kota Bekasi,” jelas Zainal.
Wali Kota Bekasi akhirnya menugaskan Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) untuk memfasilitasi rapat koordinasi tingkat kota yang sudah berjalan hampir 5 kali.
“Kemudian terbitlah instruksi dari Wali Kota Bekasi terkait penertiban bangunan liar dan pedagang kaki lima di Kota Bekasi nomor 187-Setda Tapem. Maka hari ini stakeholder, satpol, disperkimtan, tiga pilar kecamatan Pondok Melati dan Pondok Gede, PLN, Dishub, Linmas, Satpol PP dan MP melakukan upaya persuasif untuk mendorong para PKL berjualan di pelataran Atrium, serta tidak berjualan di bahu jalan maupun trotoar yang selama bertahun-tahun menyebabkan kemacetan dan kekumuhan,” terangnya.
Ia berharap dengan penertiban ini kedua wilayah menjadi tertib, bersih dan kemacetannya berkurang.
“Mudah-mudahan dengan direlokasikannya para pedagang ini kemacetan bisa terurai, dan tidak ada lagi kemacetan di persimpangan Pondokgede ini,” harapnya.
Saat dikonformasi, setelah direlokasi para pedagang mengaku harus membayar restribusi sewa lapak. Mereka juga mengaku keberatan dengan tarif sewa berbeda-beda, antara Rp.30.000-Rp.100.000.
Camat Pondokgede menegaskan bahwa tarif sewa tersebut bukan kewenangannya.
“Yang jelas, tujuan kami adalah agar wilayah kami menjadi tertib dan rapi. Namun untuk sewa, setahu saya itu ada aturannya, ada pengurangan dari harga standar, baik parkir maupun retribusi,” katanya.
Menurutnya, penertiban PKL merupakan pekerjaan rumah bagi tiga pilar Pondokgede dan Pondok Melati. Sebab, PKL telah beroperasi selama bertahun-tahun dan menimbulkan kemacetan.
Sementara itu, salah seorang pedagang kaki lima, Diman mengaku setelah direlokasi ke APG, dagangannya menjadi sepi pembeli.
“Pelanggan saya tidak mengetahui lagi letak dagangan saya yang sekarang. Jadi saya harus mencari-cari konsumen. Adapun pelanggan yang datang karena mereka sudah ketemu saya,” katanya.
Ia berharap Pemerintah Kota Bekasi mengkaji ulang kebijakan yang sudah dibuat.
“Kami ini orang kecil yang hidup dengan berjualan. Kami tidak melawan pemerintah, rapikan saja tempat kami berdagang, tapi tidak harus digusur dan dipindahkan ke tempat yang sepi pembeli. Jadi kami mohon kepada Pemerintah Kota Bekasi untuk mengkaji ulang,” katanya. (Supri)
Comments