0

BOGOR, INDONEWS – Warga Desa Singasari, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor yang mengklaim tanahnya diserobot pihak lain yang mereka sebut mafia, kini menuntut haknya dikembalikan.

“Kami atas nama warga masyarakat Desa Singasari meminta, tolong kembalikan hak-hak masyarakat sebagaimana sesuai dengan kepemilikan, dengan apapun istilahnya. Caranya kalau mau dibeli ya mungkin harga yang pantas jangan seperti ini. Kami pun sebagai masyarakat tidak akan kukuh ataupun tidak akan menjual tanah tersebut kalau memang diperlukan seperti ini,” kata Said, salah satu warga, kepada Media-Indonews, Sabtu (17/9/2022).

Menurutnya, warga siap menjual tanah tersebut dengan harga yang layak dan cocok.

“Cuman kalau tiba-tiba kami belum pernah menjual, ternyata tanah kami sudah berbentuk sertifikat atas nama orang lain, kami tidak terima. Kami sebagai masyarakat punya hak, tolong kembalikan hak kami yang sebaik-baiknya. Kami telah berjuang dari mulai tahun 2013 sampai 2017. Kami sampai demo ke KPK, ternyata sampai saat ini belum ada penyelesaian kepada pihak kami baik dari pihak mereka yang pernah menyerobot lahan kami. Dan tiba-tiba sekarang ada yang mengaku-ngaku lahan tersebut dari pihak lainnya,” ujar Said.

BACA JUGA :  Satgas BLBI Polri Sita Aset Senilai Rp 5,9 Triliun

Ia menegaskan, masyarakat tidak pernah menjual baik dari ke pihak Rahmat Yasin dan rekan-rekan, ataupun ke pihak kliennya, Berto.

“Kami belum pernah menjawabkan ke pihak siapapun dan ke pihak manapun. Tolong kepada aparat pemerintahan desa, kecamatan, provinsi, pusat, pak presiden, pak Jokowi tolong berantas mafia tanah ini, karena kami sebagai petani telah diserobot, telah diambil haknya. Sedangkan kami sebagai petani ini benar-benar membutuhkan tanah ini untuk hidup,” paparnya.

Sementara itu, Camat Jonggol, Andri Rahman menyenutkan, atas persoalan ini sudah dilakukan pertemuan hingga membuahkan beberapa poin, anatara lain:

1. Verifikasi data antara yang dimiliki oleh pihak Berto sebagai kuasa hukum pemilik sertifikat dengan masyarakat.

2. Verifikasi lapangan bersama antara pihak Berto dan desa.

3. Pemasangan patok dan plang untuk menandakan lokasi sertifikat yang bermasalah dengan masyarakat.

4. Mengupayakan pertemuan antara Berto sebagai kuasa hukum pemilik sertifikat dengan kuasa para penjual (sedang dicarikan waktu yang tepat).

5. Pemerintah kecamatan dan desa akan terus berupaya mencarikan solusi terbaik. Ada dua opsi yang ditawarkan ke masyarakat, yaitu bila benar memang belum dibebaskan, yakni dengan dibeli atau pun ruislagh, dan tetap berpihak kepada masyarakat yang belum dibebaskan berdasarkan bukti kepemilikan yang ada.

BACA JUGA :  Polri Akan Gelar Wayang Kulit Lakon “Tumurune Wiji Sejati” Nanti Malam

“Jadi intinya tidak ada pembiaran hak masyarakat yang merasa terzolimi karena ini sedang berproses,” katanya.

Meski mengaku tidak ada keterlibatan dirinya sedikitpun dalam masalah ini, ia akan memperjuangkan kebenaran dan masyarakat yang terbukti dirugikan.

“Saya tidak akan diam diri. Ada upaya membantu masyarakat menyelesaikan masalah sesuai kewenangan saya,” tandas Andri. (Jay)

You may also like

Comments

Comments are closed.

More in Headline