BOGOR, INDONEWS – Sejumlah warga Desa Nambo, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang bermukim di sekitar PT. Prasada Pamunah Limbah Industri (PPLI), perusahan terbesar di Indonesia yang bergerak dalam pengolahan limbah Bahan Berbahaya dan Beracum (B3), mengeluhkan kompensasi dan beberapa CSR terhadap lingkungan.
Salah satu warga inisial Y yang tinggal di sekitar PT. PPLI, membenarkan jika bantuan berupa kompensasi yang diberikan perusahaan tersebut kepada masyarakat sekitar tidak merata.
“Gak ada. Kalau pertahun mah mungkin ada kali, cuma yang dapet ya dapet, yang nggak ya nggak dapet,” ujarnya.
Warga juga menjelaskan bahwa bantuan yang diberikan pertahun tersebut mungkin adalah ‘uang bau’, karena menurutnya tempat yang ia tinggal di sekitar perusahaan tersebut bermacam-macam baunya.
“Kan mobil-mobil ini yang muatannya dari rumah sakit, macam-macam baunya. Jadi kalau musim hujan terasa baunya,” akunya saat melihat mobil-mobil yang sedang terparkir tidak jauh tempatnya.
Ia menceritakan bahwa beberapa jenis bau yang ia rasakan di wilayah lingkungannya hampir setiap hari. Jenis bau tersebut, diakuinya seperti bau gas bocor, bangkai, sabun serta bau lainnya yang berasal dari Perusahaan PPLI.
“Untuk kompensasi, saya gak tahu juga, kalau warga ada yang dikasih atau gak nya. Tapi ke saya mah gak pernah ada, orang emak saya saja yang gak punya suami gak pernah dapet kok, paling juga kalau lebaran santunan panti jompo dan ke anak yatim saja,” katanya.
Ia menuturkan, bahwa bantuan bau yang diberikan memang pernah ada pada waktu lalu, sewaktu peristiwa meledaknya perusahaan tersebut hingga menimbulkan bau kemana-mana, sehingga bau yang di cium hingga daerah tlajung dan gunung putri, maupun wilayah lainnya.
“Bantuan tahunan itu yang buat panti jompo dan anak yatim,” katanya.
Warga lainnya juga mengatakan hal yang sama, bahwa perusahaan tersebut memang menyediakan salah satu klinik untuk warga sekitar, namun sayangnya pada saat warga berobat malah disuruh membayar Rp.5.000.
“Memang disediakan klinik dari PPLI di Desa Nambo, tapi disuruh bayar Rp.5000 kalau mau berobatnya,” katanya.
Senada, salah satu Ketua RW di wilayah Desa Nambo, (S) saat ditanyakan apakah masyarakat sekitar mendapatkan bantuan CSR dan kompensasi dari Perusahaan PPLI tersebut, hanya mendapatkan pertahun saja.
“Sama, itu satu tahun sekali udah dibajetkan cuman Rp. 160 rb atau 180 tuh,” ujarnya.
S menjelaskan, bahwa kompensasi yang biasa diterimakan oleh masyarakat seperti beberapa kegiatan warga sekitar dan meminta bantuan anggaran, tetapi itu semua diharuskan membuat pengajuan kepada perusahaan tersebut.
“Intinya gak ada kompensasi dari dampak bau bagi lingkungan sekitar, seperti di wilayah Bantar Gebang yang tiap bulannya ada,” keluhnya.
Sementara Tinus Humas PT.PPLI belum bersedia menjawab saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (23/11/2023).
Di tempat terpisah Ketua LSM Penjara Bogor Raya, Romi Sikumbang turut prihatin sekaligus menyoroti persoalan ini. Menurutnya. Aturan tersebut jelas tertuang dalam UU Nomor 40 Tahun Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
“Jelas dalam aturannya, bahwa Undang-undang ini menyebut CSR sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi perusahaan, jadi jangan pernah bermain main dengan CSR, karena itu diatur dalam undang-undang negara ini,” tegasnya.
Romi menegaskan, mengacu pada Pasal 74 UU PT, wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah kewajiban perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam.
“Jadi jelas bahwa masyarakat punya dasar atas haknya terhadap realisasi CSR dari perusahaan,” tutupnya. (Firm)
Comments