BOGOR, INDONEWS – Birokrasi dan alur pengurusan izin dan beberapa kelengkapan dokumen sebagaimana yang ideal digunakan para pengusaha khususnya di Desa Cicadas, diduga dipersulit hingga sarat dugaan pungutan liar (pungli).
Izin lingkungan yang diperlukan dalam usaha biro jasa (outsourcing) dan juga lembaga pelatihan kerja merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha kegiatan, antara lain adalah untuk legalitas perusahaan dalam beroperasi.
Setiap usaha yang akan dibangun wajib memiliki ijin lingkungan, yang mana dalam pengurusan izin tersebut sangat berhubungan erat dengan instansi pemerintah desa dan kecamatan.
Namun disayangkan, pada kenyataannya dalam hal birokrasi atau flow proses dalam pengurusan ini sangat sarat atau terindikasi adanya dugaan punggutan liar (pungli) terkoordinir antara kepala desa, ketua RW dan ketua RT.
Hal ini dialami PT. Media Cipta Kerja Perkasa, di RT 03, RW 19, Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang hendak mengajukan tanda tangan surat izin lingkungan pada kepala desa, namun terkesan dipersulit.
Pasalnya, oknum RT meminta uang sebesar Rp15 juta dengan alasan permintaan warga dan untuk membantu anggaran pengecoran jalan desa di wilayah setempat.
Perwakilan PT. Media Cipta Kerja Perkasa, Alkusari menjelaskan, saat dirinya meminta izin lingkungan dan hendak meminta tanda tangan kepala desa, kepala desa belum bersedia membubuhkan tanda tangan jika di tingkat bawah belum selesai.
“Bereskan dulu di bawah, kalau belum beres saya enggak bisa tanda tangan surat izin lingkungan ini,” katanya, menirukan kalimat kepala desa yang saat itu sempat berkomunikasi melalui telepon, Kamis (11/1/2024).
Sebelumnya, kata dia, memang Ketua RT 03 pernah mengirim pesan (chating) dirinya, berdalih untuk membantu pembangunan jalan desa yang saat itu sedang berjalan meminta uang Rp15 juta.
“Ketua RT pernah chatting ke kami menyampaikan warga minta uang Rp15 juta untuk izin lingkungan dan domisili karena ada program pengecoran jalan desa, dan saya kaget,” katanya.
Selain itu, Alkusari mengaku bahwa dirinya sudah menjelaskan pada kades bahwa kondisi perusahaannya bukan perusahaan bidang industri yang mana bisa menimbulkan potensi polusi yang merugikan warga secara signifikan.
“Saya sudah jelaskan kondisi perusahaan, ini bukan perusahaan industri yang bisa menimbulkan polusi atau hal lainnya, tapi tidak digubris. Ini ‘kan perusahaan di bidang jasa tenaga kerja enggak ada produksi kok malah dipersulit. Kalau memang sudah berjalan kita juga ngertilah,” ungkapnya.
Kusari menjelaskan bahwa surat izin lingkungan tersebut tinggal tanda tangan kepala desa dan camat, untuk warga dan RT/RW sudah selesai dan memang pihaknya mengaku sudah janji akan memberikan kontribusi, namun tidak sebesar yang dipinta.
“Kita memang sudah janji akan memberikan kontribusi, namun tidak sebesar itu. Tapi untuk RT/RW, uang rokoknya sudah kita kasih. Surat itu tinggal kades dan camat yang belum tanda tangan,” jelasnya.
Sementara Kepala Desa Cicadas, Dian Hermawan saat dikonfirmasi membenarkan hal tersebut. Ia malah berbalik nanya bahwa pihak perusahaan sudah berkontribusi belum pada lingkungan?
“Tanya dulu sama mereka (perusahaan), sudah berkontribusi belum pada warga lingkungan? Dan kontribusi tersebut sepatutnya setelah tanda tangan atau sesudah tanda tangan?” tanyanya.
Ia juga mengaku pernah menyampaikan pada pihak perusahaan bahwa meminta semen 50 sak untuk pondok pesantren, dan kades juga keberatan jika RT disebut oknum.
“Saya pernah sampaikan untuk pembangunan pondok pesantren 50 sak semen, dan saya keberatan dibilang oknum karena itu tanah kelahiran saya,” ujarnya.
Ia membenarkan tentang permintaan RT tersebut karena memang sedang ada pembangunan di wilayahnya. Dan jika keberatan dengan permintaan, tinggal didiskusikan atau disampaikan.
“Betul sedang ada pembangunan di wilayah itu, dan kalau keberatan dengan permintaan RT, tinggal sampaikan,” tukasnya.
Terkait hal ini, Ketua RT 03 dan Ketua RW 19 sudah dikonfirmasi, namun belum menjawab. (Firm)
Comments