BOGOR, INDONEWS – Soal maraknya dugaan pungli yang dilakukan para oknum PNS di Pemerintah Kabuapten Bogor, Jawa Barat, DPP LSM Berkordinasi menyurati Bupati Bogor.
Salah satu yang disinggung LSM Berkordinasi terkait dugaan pungli dengan modus pembuatan perijinan IPPT dan IMB yang diduga dilakukan oknum PNS berinisial AG, di Kecamatan Bojong Gede dan AA dari dinas sosial.
Kejadian ini terungkap setelah salah satu warga Kelurahan Ciluar, Kota Bogor, Azhari Cahyadi bermohon pendampingan dan memberikan kuasa kepada Kordinator DPP LSM Berkordinasi. Dirinya merasa tertipu dengan digelapkannya uang dengan jumlah puluhan juta rupiah.
Ia menceritakan, awal kejadian pada tahun 2019, tepatnya bulan November bermaksud membuat perijinan IPPT dan IMB dan bertemu dengan para oknum PNS berinisial AG dan AA yang menjanjikan dapat membantu dalam pembuatan ijin tersebut.
Saat itu dirinya mengaku diminta uang senilai Rp. 30 juta dan tertera pada dikuitansi tanggal 4 November 2019 tahun lalu.
“Selanjutnya saya juga menyerahkan uang kembali sebesar Rp. 35 juta pada tanggal 20 November 2019. Namun setelah hampir dua tahun lamanya, akhirnya baru diketahui bahwa permohonan perijinan IPPT dan IMB tersebut ditolak,” ungkapnya.
Masih dikatakan Azhari, sesuai penelusuran via website DPMPTSP Kabupaten Bogor nomor resi 002/2631/DPMPTSP/2019 yang menerangkan tanda daftar tertanggal 18 Noveber 2019 dan tanggal perkiraan selesai 22 November 2019 dengan keterangan izin peruntukan pengunaan tanah ditolak.
Atas kejadian tersebut, awak media mengkonfirmasi ke salah satu pegawai dinas sosial inisial AA, dan bersangkutan membenarkan dan menerangkan pada tahun 2019 sebagai staf didinas lingkungan hidup dan bertemu dengan inisial AG dari Kecamatan Bojong Gede yang saat itu meminta untuk membantu pengurusan perijinan IPPT dan IMB.
“Benar pada tahun 2019 saya sebagai waktu itu sebagai staf dinas sosial pernah bertemu dengan AG dan minta tolong, saya untuk ngurus perizinan IPPT salah satu warga,” jelasnya.
Sementara AA saat disinggung tentang dua lembar kuitansi yang menerangkan adanya penerimaan uang puluhan juta tersebut apakah memang benar. Oknum inisial AA itu mengatakan bahwa memang benar uang sudah diterima. Namun setelah beberapa lama diketahui permohonan izin IPPT dan IMB yang didaftarkan ternyata ditolak oleh dinas perizinan Pemkab Bogor. Dirinya mengaku akan berupaya mengembalikan uang yang telah diterima.
“Betul uang sudah saya terima dan perizinan ditolak oleh Pemkab Bogor, tapi saya akan berupaya mengembalikan uang tersebut,” ucapnya.
Terpisah Kordinator Nasioal DPP LSM Berkordinasi yang berkantor di Jalan Hayammuruk IV BD, Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat Marjuddin Nazwar mengatakan, pihaknya selaku penerima kuasa pendampingan masyarakat korban penyalahgunaan wewenang dengan cara pungli saat pengurusan perizinan di Pemerintahan Kabupaten Bogor. Ia sangat prihatin dan menyesalkan kejadian tersebut.
“Kelakuan oknum PNS secara bersama-sama membodohi dan mengelapkan uang masyarakat pemohon perijinan itu,” sesalnya.
Dikatakan, pihaknya telah menyurati Bupati Kabupaten Bogor Cq. Ispektorat terkait perbuatan tercela para oknum PNS tersebut dengan nomor surat 003/KORNAS.DPP/BK/IV/2022 tertanggal 11 April 2022.
“Surat langsung diterima staf kantor inspektorat atas nama Budi dengan nomor agenda persuratan 567,” jelasanya, Jumat (15/4/2022).
Selaku Kornas DPP LSM Berkordinasi, Marjuddin Nazwar dengan tegas mengatakan bahwa pungli adalah salah satu tindakan melawan hukum yang diatur dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 junto Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Nah pungutan liar ini termasuk tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas, tindakan pungli yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaaannya dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri sangat jelas melanggar norma dan kaidah hukum yang berlaku di Indonesia,” jelasnya.
“Dimana semestinya sesuai peraturan aparatur negeri sipil dalam proses pelayanan publik tidak meminta atau menerima pemberian dalam bentuk apapun. Sehingga berpotensi menjadi tindakan yang menyimpang atau menyalahgunakan wewenang sesuai Pasal 17 dan 18 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan meliputi larangan melampaui wewenang, larangan mencampuradukkan wewenang, dan/atau larangan bertindak sewenang-wenang,” tutupnya. (Firm)
Comments